Pixabay Hidup di pinggiran hutan Kalimantan Barat bagi Anik Wigati, seorang bidan asal Jawa, bukan lagi persoalan. Ia bersama...
Pixabay |
Hidup di pinggiran hutan Kalimantan Barat bagi Anik Wigati, seorang bidan asal Jawa, bukan lagi persoalan. Ia bersama suaminya Prawiradirja, guru honorer di SD setempat, memaknai suara-suara dari penghuni hutan sebagai nyanyian alam.
Untuk ukuran wanita perkotaan, mungkin Anik Wigati terlihat tak layak. Kulitnya menghitam terpanggang matahari dan wajahnya polos tanpa riasan.
Namun, perannya dalam memberi manfaat bagi masyarakat pedalaman tak diragukan lagi.
“B-bu A-anik ... t-tolong!” ujar Samsul terbata-bata.
Perjalanan naik turun bukit membuat napasnya terengah.
“Istri saya hendak melahirkan,” imbuhnya cepat.
Anik yang saat itu sedang membantu suaminya membelah kayu di halaman rumah segera beranjak.
“Di dusun mana Bapak tinggal?”
“Di balik bukit Landak,”
“Berapa jam Bapak berjalan kaki?”
“Sekitar dua jam.”
'Perjalanan yang cukup dekat, tapi cukup berisiko karena naik turun bukit dan masih banyak binatang liar berkeliaran.' Anik berkata dalam hati.
“Tunggu, saya siapkan perlengkapan dulu.”
Perempuan dua puluh lima tahun itu berjalan ke arah rumah panggung beratap rumbia.
Dikumpulkannya obat-obatan beserta peralatan medis seadanya. Tak lupa baju secukupnya, air minum, biskuit, lampu penerangan, dan pisau lipat serbaguna. Semuanya tersimpan rapi dalam ransel.
“Pak, aku pergi dulu, ya.” Sambil mencium punggung tangan suaminya dengan takzim.
“Aku antar saja Bu, sudah hampir gelap.” Ada nada khawatir dalam ucapan Prawiradirja.
“Enggak usah Pak. Saya sepertinya harus menginap.”
“Hati-hati, Bu.” Prawiradirja menatap cemas punggung istrinya yang menjauh.
Langit kemerahan di ufuk barat. Hampir gelap. Anik bersiap menggunakan headlamp. Samsul berjalan mendahului. Tangan kanannya memegang parang, siap menyingkirkan aral melintang.
Udara lembab dan dingin terasa, Anik merapatkan jaketnya. Dari kejauhan suara-suara hewan malam mulai ramai bersahutan.
Tiba-tiba Samsul berhenti. Tangannya bergerak menyamping. Anik paham kode untuk tak bergerak. Terdengar semak belukar bergeser pelan, seperti ada makhluk yang merayap di atasnya. Setelah sepuluh menit berdiam diri, Samsul memberi tanda untuk berjalan.
“Apa itu tadi, Pak?” tanya Anik.
“Hanya ular sebetis hendak pulang sarang,” jawab Samsul santai.
Anik bergidik membayangkannya. Meski sudah tiga tahun tinggal di kawasan hutan, keberadaan ular tetap membuatnya ngeri.
Perjalanan makin menanjak. Beruntung sepatu bot melindungi kakinya dari akar pohon yang menjulur. Setelah dua jam berjalan menembus semak belukar, tampak dari kejauhan dusun yang berada di kaki bukit.
“Ayo Bu, sebentar kita sampai.”
Samsul tetap bersemangat meski gurat lelah tergambar jelas di wajahnya.
“Assalamualaikum. Ma, ulun bawa bu Bidan!”
Istri Samsul terlihat kepayahan menahan sakit. Tanpa membuang waktu, Anik menyiapkan peralatannya. Setelah membersihkan diri, ia mengenakan sarung tangan karet untuk mengecek bukaan.
“Sudah pembukaan delapan. Insyaallah posisi bayi sudah berada di jalan lahir.” Bidan Anik menenangkan pasiennya.
“Tenang ya Bu, atur napasnya. Jangan mengejan sebelum ulun suruh.”
Bidan Anik terus memompa semangat pasiennya untuk mengatur napas hingga pembukaan sempurna.
“Ayo Bu, sudah boleh mengejan. Tarik napas dalam, fokus pada bayi. Ayo, sedikit lagi. Sekali lagi dorong kuat.”
Suara lengkingan bayi memecah keheningan malam dusun terpencil itu.
“Allahu akbar!”
Samsul berseru melihat putranya lahir selamat.
Anik tersenyum melihat kegembiraan keluarga kecil di depannya sambil mengelus perutnya yang sedang mengandung enam bulan.
*Mengenang Anik Setya Indah (Bidan yang gugur dalam kondisi hamil ketika bertugas di Kabupaten Landak, Kalbar).
Ulun: saya
#Fikmin488Kata
#HotChallengeTimLudruk
#PerempuanPerempuanGagah
Alhamdulillah juara 2 😊
Hix sedih baca endingnya.... Semoga Bidan Anik khusnul khotimah dan Jannah telah menunggu beliau. Pengorbanan dan jasa beliau sangat menginspirasi kita semua agar selalu menebar kebaikan dimanapun kita berada.
ReplyDeleteInnalilahi wa inna ilaihi roji'un
ReplyDeleteEnding yang menyedihkan mbak, semoga beliau khusnul khotimah
baru mau doain bunda anik sehat-sehat lahirannya, ternyata Allah lebih sayang beliau. Innalillahi wa inna illaihi rajiun. Semoga bunda Anik mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah. Aamiin.
ReplyDeleteSuka deh baca cerita ini, Mbak. Banyak pesan moral yang dalam terkandung dalam cerita. Semoga enggak lama lagi Mbak nulis karya solo, ya.
ReplyDeleteKok sedih �� Kak... Aku kira akan hepy.
ReplyDeleteKok sedih �� Kak... Aku kira akan hepy.
ReplyDeleteBahagia baca sampai bayi akhirnya lahir selamat..tpi tetiba di akhir tulisan Bidan Anik meninggal..Innalillahi wainnalillahi roji'un semoga almarhumah bidan Anik meninggal dengan husnul khotimah.
ReplyDeleteTpi sedih tetiba tahu bidan Anik meninggal
DeleteMba dewi hepy, ikut challeng tim ludruk juga y? ,. .Sy yg challeng ini g ikutan..mati ide hehehhe
ReplyDeleteKeren bak tulisannya 👍👍
MasyaAllah, Bu Bidan... perjuangannya, bantu orang melahirkan tapi sendirinya gugur saat hamil :(
ReplyDeleteSalut dan terharu banget atas kisah Srikandi yang satu ini
ReplyDeleteperjuangan bidan anik patut diacungi jempol. semoga menjadi amal kebaikan untuknya.
ReplyDeleteSaya kok ikutan nge jan ya bacanya hiks
ReplyDeleteaku sedih banget baca ending nya, selalu menunggu setiap update cerita dari mba Dewi :)
ReplyDeletePerjuangan seorang tenaga kesehatan di garda terdepan. Semoga semua amalnya tercatat mjd amal soleh. Aamiin
ReplyDeleteya Allah, sedih bacanya, semoga husnul khatimah, ya, Mbak...
ReplyDeleteSalam kunjungan dan follow ya :)
ReplyDelete