Mendengar kata Ramadan seolah ingatan saya terlempar puluhan tahun ke belakang (era tahun 1990-an) ketika kepolosan kanak-kanak masih meleka...
Mendengar kata Ramadan seolah ingatan saya terlempar puluhan tahun ke belakang (era tahun 1990-an) ketika kepolosan kanak-kanak masih melekat erat. Saat itu kami tinggal di Perumnas (Perumahan Nasional) Klender. Masih jelas dalam ingatan ketika bapak rahimahullah selalu memimpin salat berjamaah kami, mama dan kakak-kakak yang masih remaja.
Selain itu, beberapa kegiatan selama puasa yang juga amat berkesan bagi masa kecil saya, antara lain:
Jalan-jalan subuh
Pict: Dreams
Sehabis sahur adalah momen yang tak terlupa. Saya beserta anak-anak tetangga seumuran SD berjalan-jalan pagi hingga ratusan meter. Kadang sambil bersepeda atau bermain sepatu roda. Waktu itu, hampir tiga puluh tahun yang lalu, kendaraan belum sepadat sekarang. Namun, jalan raya sudah diaspal halus.
Isi buku kegiatan Ramadan
Dahulu rumah bapak berbentuk flat dua lantai dengan pemandangan sawah menghampar di belakangnya. Udara pun masih terasa segar. Bulan puasa identik dengan libur sebulan penuh ketika itu. Jadi, saya beserta anak-anak tetangga lebih suka cita menyambut libur dibanding puasanya. Maklum pemahaman kanak-kanak mengenai bulan Ramadan masih minim. Terbayang bisa puas main di pematang sawah belakang rumah tanpa khawatir PR sekolah. Sebagai gantinya kami diberi tugas mengisi jadwal salat harian dan ceramah salat tarawih di masjid.
Jajan makanan jadul
Kegiatan tarawih jujurnya lebih banyak diisi dengan jajan makanan jadul. Beli bakso bakwan seharga Rp.500,- yang isinya satu pangsit kering dan kuah. Itu pun belinya rebutan karena yang antre banyak. Makan bertiga dengan Mimin dan Lina, sahabat SD yang masih awet sampai sekarang.
Kue lebaran klasik
Menjelang bulan puasa berakhir, biasanya mama dan kakak sudah menyiapkan beragam kue-kue klasik. Nastar, kastengels, kacang bawang, dan lain-lain memenuhi toples-toples yang disembunyikan oleh kakak. Kerepotan di rumah menyambut hari kemenangan beserta aroma kue dipanggang akan selalu melekat dalam benak.
Baju dan sandal baru
Tak kalah serunya urusan menyiapkan baju dan sepatu baru. Bapak dan mama selalu mengajak kami ke pasar Jatinegara, terutama untuk hunting sepatu. Maklum zaman dulu mal sangat jarang. Aroma kopi yang menguar dari penggilingan kopi legendaris di pinggiran Pasar Jatinegara menjadi pelekat kenangan.
Di mata saya ketika kecil, tak ada kesusahan apalagi kesedihan menyambut Ramadan. Bayangan memakai baju baru di hari lebaran menjadi motivasi utama. Mengeluh haus dan panas di siang hari adalah bumbunya. Apalagi kalau mama sudah mengajak ke pasar Perumnas, segarnya es cendol seakan terus menggoda untuk mokel atau batal puasa (meminjam istilah bapak yang asli Jawa Timur).
Salat Ied di tanah lapang
Ketika hari Raya tiba, berbondong-bondong warga menuju tanah lapang menara air untuk salat Ied. Bapak menggandeng tangan saya yang kurus berjalan menyusuri kali menuju tanah lapang. Perasaan seolah tumpah ruah memakai segala sesuatu yang baru dari ujung kaki hingga kepala. Bahagia tanpa beban menyambut hari kemenangan bersama dengan senyuman almarhum bapak tercinta.
Sayang sekali momen-momen berharga itu hanya terdokumentasi dalam ingatan. Tak ada foto atau apa pun yang bisa dilihat-lihat oleh anak cucu nanti.
Jadi, punya kenangan apa ketika bulan Ramadan tiba?
Keren blognya
ReplyDelete